Asal Material Proyek Kampung Nelayan Merah Putih Banyuwangi Dipertanyakan, KKP Diminta Transparan
Banyuwangi – Proyek pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menuai sorotan publik. Dugaan ketidakjelasan asal-usul bahan material yang digunakan dalam proyek milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu memunculkan pertanyaan soal transparansi dan kepatuhan terhadap aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Berdasarkan Berita Acara Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Biaya Nomor B.6755/PBJ.4.1/PL.450/IX/2025 tertanggal 9 September 2025, proyek tersebut dikerjakan oleh PT Rukun Jaya Madura Grup, perusahaan asal Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Perusahaan ini ditunjuk langsung sebagai pelaksana dengan nilai hasil negosiasi sebesar Rp10,43 miliar di lokasi Kelurahan Lateng, Banyuwangi.
Seluruh tahapan evaluasi administrasi, teknis, hingga harga dinyatakan memenuhi syarat oleh Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa KKP. Namun, pantauan lapangan menunjukkan munculnya persoalan baru terkait sumber material bangunan yang digunakan.
Seorang pekerja di lokasi proyek menyebut material diperoleh atas nama seseorang berinisial TM. Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan resmi mengenai asal tambang dan legalitas material tersebut.
Upaya konfirmasi kepada Budi, Project Manager PT Rukun Jaya Madura Grup, belum membuahkan hasil. Saat didatangi ke lokasi proyek, staf di lapangan menyebut yang bersangkutan sedang tidak berada di tempat. Pesan konfirmasi melalui aplikasi WhatsApp juga belum mendapat tanggapan hingga Minggu (26/10/2025).
Keterbukaan informasi menjadi penting, sebab proyek ini menggunakan dana negara. Berdasarkan regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, setiap kontraktor wajib memastikan material konstruksi berasal dari tambang berizin resmi dan dilengkapi surat keterangan asal material yang diterbitkan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kepatuhan terhadap aspek legalitas tersebut menjadi bagian dari prinsip akuntabilitas publik. Dokumen perusahaan seperti NIB, NPWP, SBU, SKK, serta daftar asal material dan sertifikat uji mutu merupakan komponen wajib dalam setiap proyek yang dibiayai APBN.
Minimnya keterbukaan pihak pelaksana menimbulkan kekhawatiran bahwa proses pengadaan material tidak sepenuhnya sesuai ketentuan. Jika benar terdapat pelanggaran, konsekuensinya tidak hanya administratif, tetapi juga dapat berimplikasi hukum.
Proyek Kampung Nelayan Merah Putih sejatinya diharapkan menjadi program strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir Banyuwangi. Namun, tanpa transparansi dan pengawasan ketat, tujuan pembangunan berpotensi tergerus oleh praktik yang tidak akuntabel.
Publik kini menunggu langkah konkret Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memastikan seluruh proses proyek berlangsung transparan, serta menegaskan komitmen pemerintah terhadap tata kelola pembangunan yang bersih dan berintegritas.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.







