Polemik PBB Banyuwangi: Pemerintah Sebut Tak Naik, Warga Rasakan Kenaikan

Posko Aksi Menolak Kenaikan PBB 200% Banyuwangi

Banyuwangi. Kebijakan baru Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan (P2) di Banyuwangi menuai protes dari sebagian warga. Meski pemerintah daerah menegaskan tidak ada kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), perubahan sistem tarif justru membuat beban pajak dinilai meningkat signifikan.

Sekretaris Daerah Banyuwangi, Ir. Guntur Priambodo, bersama Kepala Bappeda, dalam beberapa pemberitaan menegaskan bahwa NJOP tidak mengalami kenaikan. Namun, per 6 Agustus 2025, eksekutif dan legislatif menyepakati perubahan sistem perhitungan: tarif progresif dihapus dan diganti tarif tunggal 0,3% untuk semua transaksi.

Sebelumnya, tarif PBB P2 dibedakan berdasarkan nilai transaksi: Rp10 juta–Rp1 miliar dikenakan 0,1%, Rp1 miliar–Rp5 miliar sebesar 0,2%, dan di atas Rp5 miliar sebesar 0,3%. Dengan aturan baru, transaksi kecil yang sebelumnya dikenakan tarif rendah kini otomatis terkena tarif tertinggi, yang menurut sejumlah warga membuat beban pajak melonjak hingga 200%.

HR, warga Banyuwangi, mengaku kaget saat akan membayar SPPT bukti pembayaran PBB. Dirinya mendatangi kelurahan untuk membayar, ia mendapati jumlah yang harus dibayar naik drastis.

“Biasanya saya bayar sekitar Rp300 ribu, sekarang jadi Rp1 juta. Saya sampai bertanya-tanya, memang ada kenaikan pajak?” ujarnya.

Meski tetap dibayar, HR mengaku berat atas kenaikan tarif PBB yang baru. Ia menilai kebijakan pajak baru ini cukup memberatkan warga berpenghasilan rendah.

Perubahan kebijakan ini memunculkan perdebatan di masyarakat. Di satu sisi, pemerintah berargumen NJOP tetap, namun di sisi lain, mekanisme tarif baru terbukti membuat sebagian warga menanggung beban pajak lebih besar dibanding tahun sebelumnya. (//Fitron)

Tinggalkan Balasan

Tutup